Monday, June 02, 2008

If only I could see the World

There was a blind girl who hated herself because she was blind.
She hated everyone, except her loving boyfriend. He was always there for her.
She told her boyfriend, 'If I could only see the world, I will marry you.'

One day, someone donated a pair of eyes to her. When the bandages came off, she was able to see everything, including her boyfriend.

He asked her,' Now that you can see the world, will you marry me?'
The girl looked at her boyfriend and saw that he was blind. The sight of his closed eyelids shocked her. She hadn't expected that. The thought of looking at them the rest of her life led her to refuse to marry him.

Her boyfriend left her in tears and days later wrote a note to her saying: 'Take good care of your eyes, my dear, for before they were yours, they were mine.'

This is how the human brain often works when our status changes.
Only a very few remember what life was like before, and who was always by their side in the most painful situations.

Life Is a Gift

Today before you say an unkind word -
Think of someone who can't speak.

Before you complain about the taste of your food - Think of someone who has nothing to eat.

Before you complain about your husband or wife - Think of someone who's crying out to GOD for a companion.

Today before you complain about life -
Think of someone who went too early to heaven.

Before you complain about your children -
Think of someone who desires children but they're barren.

Before you argue about your dirty house someone didn't clean or sweep -
Think of the people who are living in the streets.

Before whining about the distance you drive
Think of someone who walks the same distance with their feet.

And when you are tired and complain about your job -
Think of the unemployed, the disabled, and those who wish they had your job.

But before you think of pointing the finger or condemning another -
Remember that not one of us is without sin and we all answer to one MAKER.

And when depressing thoughts seem to get you down -
Put a smile on your face and thank GOD you're alive and still around.

Thursday, May 15, 2008

Asah Selalu Kapak Anda...

Kisah Si Penebang Pohon
"Kan Shu De Gu Shi"

Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja, Untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, "Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu."

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan.

"Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku kepada majikan?" pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.

Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, "Kapan terakhir kamu mengasah kapak?"
"Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga," kata si penebang.

"Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun.

Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!" perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

"Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu Chang De Lu"

Istirahat bukan berarti berhenti.

"Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu"

Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!

Thursday, March 06, 2008

Manusia Super

Sekedar berbagi cerita di forum orang orang super dalam keindahan hari ini :

Siang ini February 6, 2008, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super.Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya diatas jembatan penyeberangan setia budi, dua sosok kecil berumur kira kiradelapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam.

Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue diujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan "Terima kasih Oom !". Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan Cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk kearah mereka.

Kaki - kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuhkeceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok disudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta.

Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, duapertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan. Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum diwajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta .

"Terima kasih ya mbak. semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka, tak lama siwanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluhribu rupiah ."Maaf, nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? " mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

"Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan ?" suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka.sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah .

"Nggak punya, tukas saya !" lalu tak lama siwanita berkata "ambil saja kembaliannya, dik !" sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya kearahujung sebelah timur.Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi.Siwanita kaget, setengah berteriak ia bilang "sudah buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja !", namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut.

"maaf mbak, Cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !" Akhirnya uang itu diterima siwanita karena sikecil pergi meninggalkannya.Tinggallah episode saya dan mereka, uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. mereka menghampiri saya dan berujar "Om, bisa tunggu ya, saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !".

"eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !" saya kasih uang itu ke sikecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan menuruni tanggayang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, "Nanti dulu Om, biar ditukar dulu ..sebentar "

"Nggak apa apa, itu buat kalian " Lanjut saya"jangan ..jangan Om, itu uang om sama mbak yang tadi juga" anak itu bersikeras"Sudah ..saya Ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung jembatanberteriak memanggil temannya untuk segera cepat, secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya."Ini deh om, kalau kelamaan, maaf .." ia memberi saya delapan pack tissue"Buat apa ?" saya terbengong

"Habis teman saya lama sih Om, maaf, tukar pakai tissue aja dulu " walau dikembalikan ia tetap menolak .Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya.Beberapa saat saya mematung di sana, sampai sikecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan sayaserta memberikan uang empat ribu rupiah.

"Terima kasih Om , !"..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan "Duit mbak tadi gimana ..? " suara kecil yang lain menyahut "lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin..." percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali kekantor dengan seribu perasaan.Tuhan ..Hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue .

Dua anak kecil yang bahkan belum baligh, memiliki kemuliaan diumur mereka yang begitu belia.YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO

Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.

MTSaya membandingkan keserakahan kita, yang tak pernah ingin sedikitpun berkurang rizki kita meski dalam rizki itu sebetulnya ada milik orang lain .

"Usia memang tidak menjamin kita menjadi Bijaksana, kitalah yang memilih untuk menjadi bijaksana atau tidak"Semoga pengalaman nyata ini mampu menggugah saya dan teman lainnya untuk lebih SUPER.

Thursday, January 31, 2008

Kebahagiaan Itu Dibuat, Bukan Dicari

Jika membicarakan kebahagiaan, tentu kita ingat juga kata cinta.
Sebab kebahagiaan identik dengan keberadaan cinta. Kita harus mengetahui diri sendiri, apa yang membuat kita merasa bahagia.
Sebab, kebahagiaan harus kita sendiri yang membuat, bukan kita yang mencarinya.Pabrik kebahagiaan berada di dalam sanubari kita sendiri. Percuma Anda pergi ke ujung dunia untuk mencari kebahagiaan.

Kebahagiaan tak akan Anda dapatkan di mana pun, kecuali Anda yang membuat diri berbahagia di mana pun dan kapan pun.Faktor yang paling penting untuk membuat kita tetap sehat, sejahtera, dan bahagia, adalah mencintai dan merasa dicintai.Bersikaplah realitis dan rencanakan sejumlah mukjizat untuk diri sendiri dan merasakan kebahagiaan itu datang dan terjadi pada kita, sebab cinta itu perlu keutuhan tubuh, pikiran, dan jiwa.


Cinta seperti segala sesuatu lainnya adalah sebuah pilihan.Pada setiap saat dalam perjumpaan dengan orang lain, atau dalam setiap pikiran tentang diri kita sendiri, kita memiliki suatu pilihan: entah untuk menghakimi atau coba untuk mengerti terhadap apa yang sedang dihadapi, yang harus dijalani, dan yang akan direncanakan.Energi CintaCinta adalah energi. Rasakan energi itu mengalir ke dalam bagian tubuh kita, maka kita merasakan satu kehangatan, kedamaian, dan kebahagiaan, memasuki tubuh dan sanubari.Dan energi cinta itu tidak harus selalu kita dapatkan dari luar.


Justru yang paling manjur adalah cinta yang dihasilkan dari diri kita sendiri.Dengan mencintai dan jujur pada diri kita sendiri tentang arti cinta, maka kita tidak akan menyia- nyiakan cinta yang sudah ada dan ber- tumbuh dalam diri kita. Itulah awal pabrik kebahagiaan berproduksi dalam hati.Sering terjadi pada banyak pasangan yang menyia-nyiakan perasaan cinta, yang tadinya menjadi suatu awal untuk keputusan hidup bersama.

Kita sering lengah untuk memelihara cinta tersebut.Cinta yang dalam adalah dalam bentuk kasih sayang yang bisa kita ibaratkan seperti sebuah otot dalam tubuh kita, semakin dilatih dan dipelihara, maka akan jadi semakin kuat dan semakin bermanfaat untuk melancarkan gerakan dalam hidup.

Pada saat cinta mulai memudar dan perlahan tapi pasti kasih sayang terhadap pasangan mulai menghilang, maka kita baru sadar bahwa selama ini kita tidak menghargai keberadan cinta pasangan kita.Di saat kita memiliki penuh, justru kita sia-siakan! Tetapi, di saat kita mulai merasa terancam kehilangan, kita berusaha mati-matian untuk mendapatkan pengakuan bahwa dia harus tetap menjadi milik kita!

Sayangnya, dalam berjuang mempertahankan atau mencoba mengembalikan cinta pasangan, yang banyak terjadi adalah kita tidak kembali merebut cinta dengan cinta. Kita salah langkah, salah bertindak, juga salah mengadaptasikan kembali cinta itu pada keharmonisan hubungan.Maka, yang terjadi adalah cinta semakin jauh untuk dikembalikan, semakin jauh untuk diraih, karena kita membuat hubungan menjadi semakin membara dengan argumentasi yang mau menang sendiri, dengan amarah yang panas dan membuat cinta menjadi hanya legenda yang pernah ada dalam hubungan sebagai pasangan. Cinta musnah dibakar api amarah dan cemburu.

Mudah SirnaKenapa cinta yang membawa kebahagiaan pada pasangan menjadi begitu mudah sirna? Cinta yang demikian cepat pudar dan akhirnya lenyap dimakan waktu, antara lain adalah cinta yang diawali kata "karena" atau kata "kalau".Cinta bisa abadi dan penuh toleransi jika sudah melebur dan berubah menjadi cinta dimulai dengan kata "walau" atau "walaupun".Contoh cinta yang diawali kata "karena" adalah "Karena kamu cantik, maka aku mencintaimu!" Kemudian, "Karena kamu seorang direktur, maka saya mencintaimu!"Lalu, contoh cinta yang diawali kata "kalau" adalah "Kalau kamu cinta saya, maka kamu seharusnya memenuhi kebutuhan saya!"atau "Kalau kamu cinta saya, maka kamu selalu memperhatikan saya!"Nah, bandingkan bunyi kalimat cinta yang diawali kata "walau".


"Walaupun hidup kita kekurangan, tetapi saya tetap mencintaimu!"Begitu juga dengan, "Walau kamu sekarang di-PHK, saya tetap mencintaimu!" atau "Walau sekarang kulitmu sudah keriput, aku tetap mencintaimu!"Banyaknya pasangan yang membekali diri untuk hidup bersama dengan cinta berawalan "karena" dan "kalau", maka keluhan yang paling sering terdengar dalam ruang konsultasi adalah "serumah, tapi terasa asing" dan "setempat tidur, tapi tidak tertarik lagi".Cinta "karena" dan cinta "kalau" mudah pudar dan luntur.

Berbeda dengan cinta "walau" yang penuh toleransi, penuh pengertian, bahkan penuh maaf atas apa yang terjadi pada pasangan kita.Kita mampu berkata, "Walau kamu menyakiti saya, tetapi saya tetap menyayangimu."Pilihan ada pada diri kita sendiri, mau berbahagia ya berusahalah dan berjuanglah dalam membuat kebahagiaan itu di sanubari kita.Sebab, kebahagiaan itu merupakan energi yang menular.

Kita tidak bisa membuat orang di lingkungan kita berbahagia, tanpa diri kita sendiri bahagia.Bagaimana kita mau membuat orang di sekitar tersenyum, jika kita sendiri tidak mampu tersenyum karena hati penuh energi busuk yang dihasilkan dari amarah, rasa benci, jengkel dan merasa dipermainkan, dan sebagainya?


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Tuesday, January 29, 2008

Los Felidas - Jalan yang Hilang


Los Felidas adalah nama sebuah jalan di salah satu ibu kota negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota. Ada sebuah kisah Natal yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang.

Cerita ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa IA bukan penduduk asli kota itu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.
Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, Tidak sampai setahun di kota itu, mereka sudah kehabisan seluruh uangnya,
Hingga suatu pagi mereka menyadari akan tinggal dimana malam nanti dengan tidak sepeserpun uang Ada dikantong. Padahal mereka sedang menggendong seorang bayi berumur satu tahun. Dalam keadaan panik Dan putus ASA, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya Dan tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing dari sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang untuk mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak malam nanti Kita akan tidur disini." Setelah mencium bayinya IA pergi. Dan itu adalah kata2nya yang terakhir karena setelah itu IA tidak pernah kembali.
Tak seorangpun yang tahu dengan pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika.
Selama beberapa Hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, Dan bila malam menjelang ibu Dan anaknya tidur diemperan toko itu. Pada Hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, Dan jadilah mereka pengemis disana selama 6 bulan berikutnya.

Pada suatu Hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit Dan memutuskan untuk bekerja. Persoalan nya adalah di mana IA harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, Dan tampak amat cantik. Keliahatan nya tidak Ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu Dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka.

Suatu pagi IA berpesan pada anaknya, agar IA tidak pergi kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau yang menawarkan gula-gula. Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. "Dalam beberapa Hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, Dan Kita tidak lagi tidur dengan angin dirambut Kita".Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, Dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya, di sebelahnya IA meletakkan sepotong roti, kemudian, dengan Mata basah ibu itu menuju kepabrik sepatu, dimana IA bekerja sebagai pemotong kulit.
Begitulah kehidupan mereka selama beberapa Hari, hingga dikantong sang Ibu Kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh tsb.
Dengan suka cita sang Ibu menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, membayar uang muka sewa kamarnyaTapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa. Membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota.
Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya Dan membawanya kesebuah rumah mewah dipusat kota.Disitu gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.

Suami istri dokter tsb memberi nama anak gadis itu Serrafona, mereka memanjakannya dengan amat sangat. Di tengah-tengah kemewahan istana gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi Dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, Dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun IA pergi. Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, Dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat.

Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif digereja, Dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian Setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih, yang bernama Geraldo. Setahun setelah perkawinan mereka, ayahnya wafat, Dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan Dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga Dan istana yang paling megah di kota Itu.

Menjelang Hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang Ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, Dan di laci meja kerja ayahnya, IA menemukan selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri.
Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, Dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar Dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian IA membuka lemarinya sendiri, Dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu tampak sesuatu yang terbungkus oleh kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan Dan bukan terbuat dari emas murni.

Almarhum ibu memberinya benda itu dengan pesan untuk tidak menghilangkan nya. Ia sempat bertanya, kalau itu anting, dimana pasangannya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting itu didekat foto. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri.
Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, dengan senyum yang dibuat-buat, belum pernah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya.

Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya Dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dingin sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.

Matanya basah ketika ia keluar dari kamar Dan menghampiri suaminya, "Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkin kah ibu sekarang masih Ada di jalan setelah 25 tahun?" Ini semua adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, penerbit surat kabar Dan kantor catatan sipil. Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.

Bulan demi bulan telah berlalu, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya.
Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu dinegeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah.

Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian.
Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang.
Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian.

Saat itu waktu sudah memasuki masa menjelang Natal. Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus, Dan bahkan untuk kasus Serrafona-pun, orang tidak lagi menaruh perhatian utama. Melihat pohon-pohon terang mulai menyala disana-sini, mendengar lagu-lagu Natal mulai dimainkan ditempat-tempat umum, Serrafona menjadi amat sedih.
Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan hari lahirmu, tapi ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup ini 'temukan saya dengan ibu' ".

Tuhan mendengarkan doa itu.

Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan Ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ketempat wanita itu berada, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang,

Malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik, mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa Ibunya masih hidup dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.

Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka. "Tuhan Maha Kasih nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu nyonya, hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak terlalu banyak lagi." Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh Dan banyak angin. Rumah-rumah disepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.

Tubuh Serrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. "Cepat, Serrafonna, mama menunggumu, sayang".
Ia mulai berdoa: "Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja untuknya".
Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil masih berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka.

Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan".

Ketika mereka masuk dibelokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas, panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak.

Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya Dan 3 mobil polisi, di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi
tempat itu.
"Belum bergerak dari tadi." Lapor salah seorang.

Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun dari Mobil, suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya.
"Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu."
Serrafona memandang tembok dihadapannya, dan ingatan semasa kecilnya kembali menerawang saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan kembali terlintas bayangan ketika IA mulai belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya.

Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.
"Tuhan", ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, "Beri kami sehari,Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Sehingga mama tidak sia-sia pernah merawat saya".

Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu kedadanya, wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri disaat ia masih muda.

"Mama....", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang selama ini ditunggunya tiap malam dan seiap hari - antara sadar Dan tidak kini menjadi kenyataan.
Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas, dengan perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk Dan menyadari bahwa itulah pasangan anting yang selama ini dicarinya dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

"Mama, saya tinggal di istana dengan makanan enak setiap hari. Mama jangan pergi, Kita bisa lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur apapun juga........Mama jangan pergi........"
Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan..... satu jam saja.......satu jam saja....."
Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.

Semoga artikel diatas boleh menjamah setiap hati yang luka, hati yang tawar Dan hati yang keras untuk bisa mengampuni karena hanya KASIH yang mampu melakukan semua itu.

Monday, January 21, 2008

Use Your Brain Effectively


Which way do you see the rotation?
Can you see it both ways?





If you see this lady turning clockwise you are using your right brain. If you see it the other way, you are using left brain. So me people do see both ways, but most people see it only one way.

If you try to see it the other way and if you do see, your IQ is above 160 which is almost a genius.
THIS IS NOT A JOKE. BOTH DIRECTIONS CAN BE SEEN.



LEFT BRAIN FUNCTIONS (anti-clockwise)

uses logic
detail oriented
facts rule
words and language
present and past
math and science
can comprehend
knowing
Acknowledges
order/pattern perception
knows object na me
reality based
forms strategies
practical
safe

RIGHT BRAIN FUNCTIONS (clockwise)


uses feeling
"big picture" oriented
imagination rules
symbols and images
present and future
philosophy & religion
can "get it" (i.e. me aning)
Believes
appreciates
spatial perception
knows object function
fantasy based
Presents possibilities
impetuous
risk taking


Friday, January 11, 2008

God vs Science = Good vs Bad

A science professor begins his school year with a lecture to the students, "Let me explain the problem science has with religion." The atheist professor of philosophy pauses before his class and then asks> one of his new students to stand.
"You're a Christian, aren't you, son?"
"Yes sir," the student says.
"So you believe in God?"
"Absolutely."
"Is God good?"
"Sure! God's good."
"Is God all-powerful? Can God do anything?"
"Yes."
"Are you good or evil?"
"The Bible says I'm evil."
The professor grins knowingly. "Aha! The Bible!" He considers for a moment. "Here's one for you. Let's say there's a sick person over here and you can cure him. You can do it. Would you help him? Would you try?"
"Yes sir, I would."
"So you're good...!"
"I wouldn't say that."
"But why not say that? You'd help a sick and maimed person if you could. Most of us would if we could. But God doesn't."
The student does not answer, so the professor continues. "He doesn't, does he? My brother was a Christian who died of cancer, even though he prayed to Jesus to heal him. How is this Jesus good? Hmmm? Can you answer that one?"
The student remains silent. "No, you can't, can you?" the professor says. He takes a sip of water from a glass on his desk to give the student time to relax. "Let's start again, young fella. Is God good?" "Er...yes," the student says. "Is Satan good?"
The student doesn't hesitate on this one. "No."
"Then where does Satan come from?" The student falters. "From God"
"That's right. God made Satan, didn't he? Tell me, son. Is there evil in this world?"
"Yes, sir."
"Evil's everywhere, isn't it? And God did make everything, correct?"
"Yes."
"So who created evil?" The professor continued, "If God created everything, then God created evil, since evil exists, and according to the principle that our works define who we are, then God is evil."
Again, the student has no answer. "Is there sickness? Immorality? Hatred? Ugliness? All these terrible things, do they exist in this> world?"
The student squirms on his feet. "Yes."
"So who created them?"The student does not answer again, so the professor repeats his question. "Who created them?" There is still no answer.
Suddenly the lecturer breaks away to pace in front of the classroom. The class is mesmerized. "Tell me," he continues onto another student. "Do you believe in Jesus Christ, son?"
The student's voice betrays him and cracks. "Yes, professor, I do."
The old man stops pacing. "Science says you have five senses you use to identify and observe the world around you. Have you ever seen Jesus?"
"No sir. I've never seen Him."
"Then tell us if you've ever heard your Jesus?"
"No, sir, I have not."
"Have you ever felt your Jesus, tasted your Jesus or smelt your Jesus? Have you ever had any sensory perception of Jesus Christ, or God for that matter?"
"No, sir, I'm afraid I haven't."
"Yet you still believe in him?"
"Yes."
"According to the rules of empirical, testable, demonstrable protocol, science says your God doesn't exist. What do you say to that, son?"
"Nothing," the student replies. "I only have my faith."
"Yes, faith," the professor repeats. "And that is the problem science has with God. There is no evidence, only faith."
The student stands quietly for a moment, before asking a question of His own. "Professor, is there such thing as heat?"
"Yes," the professor replies. "There's heat."
"And is there such a thing as cold?"
"Yes, son, there's cold too."
"No sir, there isn't."
The professor turns to face the student, obviously interested. The room suddenly becomes very quiet. The student begins to explain. "You can have lots of heat, even more heat, super-heat, mega-heat, unlimited heat, white heat, a little heat or no heat, but we don't have anything called 'cold'.
We can hit up to 458 degrees below zero, which is no heat, but we can't go any further after that. There is no such thing as cold; otherwise we would be able to go colder than the lowest -458 degrees."
"Every body or object is susceptible to study when it has or transmits energy, and heat is what makes a body or matter have or transmit energy. Absolute zero (-458 F) is the total absence of heat. You see, sir, cold is only a word we use to describe the absence of heat. We cannot measure cold. Heat we can measure in thermal units because heat is energy. Cold is not the opposite of heat, sir, just the absence of it."
Silence across the room. A pen drops somewhere in the classroom, sounding like a hammer. "What about darkness, professor. Is there such a thing as darkness?"
"Yes," the professor replies without hesitation. "What is night if it isn't darkness?"
"You're wrong again, sir. Darkness is not something; it is the absence of something. You can have low light, normal light, bright light, flashing light, but if you have no light constantly you have> nothing and it's called darkness, isn't it? That's the meaning we use to define the word."
"In reality, darkness isn't. If it were, you would be able to make darkness darker, wouldn't you?"
The professor begins to smile at the student in front of him. This will be a good semester. "So what point are you making, young man?"
"Yes, professor. My point is, your philosophical premise is flawed to start with, and so your conclusion must also be flawed."The professor's face cannot hide his surprise this time. "Flawed? Can you explain how?"
"You are working on the premise of duality," the student explains. "You argue that there is life and then there's death; a good God and a bad God. You are viewing the concept of God as something finite, something we can measure. Sir, science can't even explain a thought."
"It uses electricity and magnetism, but has never seen, much less fully understood either one. To view death as the opposite of life is to be ignorant of the fact that death cannot exist as a substantive thing. Death is not the opposite of life, just the absence of it."
"Now tell me, professor. Do you teach your students that they evolved from a monkey?"
"If you are referring to the natural evolutionary process, young man, yes, of course I do."
"Have you ever observed evolution with your own eyes, sir?"
The professor begins to shake his head, still smiling, as he realizes where the argument is going. A very good semester, indeed.
"Since no one has ever observed the process of evolution at work and cannot even prove that this process is an on-going endeavor, are you not teaching your opinion, sir? Are you now not a scientist, but a preacher?"
The class is in uproar. The student remains silent until the commotion has subsided.
"To continue the point you were making earlier to the other student, let me give you an example of what I mean."
The student looks around the room. "Is there anyone in the class who has ever seen the professor's brain?" The class breaks out into laughter.
"Is there anyone here who has ever heard the professor's brain, felt the professor's brain, touched or smelt the professor's brain? No one appears to have done so. So, according to the established rules of empirical, stable, demonstrable protocol, science says that you have> no brain, with all due respect, sir."
"So if science says you have no brain, how can we trust your lectures, sir?"
Now the room is silent. The professor just stares at the student, his face unreadable.
Finally, after what seems an eternity, the old man answers. "I guess you'll have to take them on faith."
"Now, you accept that there is faith, and, in fact, faith exists with life," the student continues. "Now, sir, is there such a thing as evil?"
Now uncertain, the professor responds, "Of course, there is. We see it everyday. It is in the daily example of man's inhumanity to man. It is in the multitude of crime and violence everywhere in the world. These manifestations are nothing else but evil."
To this the student replied, "Evil does not exist sir, or at least it does not exist unto itself. Evil is simply the absence of God. It is just like darkness and cold, a word that man has created to describe the absence of God. God did not create evil. Evil is the result of what happens when man does not have God's love present in his heart. It's like the cold that comes when there is no heat or the darkness that comes when there is no light."
The professor sat down.
If you read it all the way through and had a smile on your face when you finished, repost =] God vs Science

Thursday, January 03, 2008

Tiga Cara Terampil Membuat Orang Merasa Penting

Sifat manusia yang paling umum, sifat yang saya, anda dan orang lain miliki, sifat yang begitu kuat sehingga membuat orang melakukan apa yang mereka lakukan, baik dan buruk, adalah hasrat untuk menjadi penting, hasrat untuk diakui.

JADI BILA INGIN TERAMPIL DALAM MENJALIN HUBUNGAN DENGAN MANUSIA,PASTIKAN UNTUK MEMBUAT ORANG LAIN MERASA PENTING

ingatlah, semakin anda membuat orang lain itu,merasa penting, maka semakin besar tanggapan mereka pada anda
setiap orang ingin diperlakukan sebagai seseorang(diorangkan) - ini adalah dasar kebiasaan orang timur untuk"menyelamatkan muka"
tidak seorang pun ingin diperlakukan sebagai bukan siapa siapa dan ketika mereka diabaikan atau dipandang rendah, mereka diperlakukan sebagai bukan siapa siapa, sebagai orang yang tidak ada artinya.

INGATLAH bagi orang lain, dia sama pentingnya bagi dirinya seperti anda penting bagi diri anda. Memanfaatkan sifat ini adalah salah satu batu penjuru untuk menjalin relasi manusiawi yang berhasil.

Beberapa tips tentang cara mengakui orang dan membuat mereka merasa penting:

1.dengarkanlah mereka
2.pujilah dan hargailah mereka bila mereka patut mendapatkannya
3.gunakan nama mereka sesering mungkin.
panggilah seseorang dengan nama mereka.
4.berhentilah sejenak sebelum anda menjawab mereka.
ini memberi kesan pada mereka bahwa anda telah merenungkan apa yang
mereka katakan dan bahwa ada manfatnya untuk merenungkan.
5.gunakan kata kata mereka "anda dan milik anda"
bukan saya, aku, milikku
6.sambutlah orang yang menunggu untuk bertemu anda.
jika mereka harus menunggu, buatlah mereka tahu bahwa anda tahu mereka
sedang menunggu.
7.perhatikanlah setiap orang dalam sebuah kelompok.
bukan hanya pemimpin atau pembicaranya saja.

skill with people
(les giblin)


bung mei